Aku, riyan, adalah seorang laki-laki yang sudah beristri dan
mempunyai seorang anak yang sudah berumur 7 tahun dan sudah bersekolah
di kelas 1 SD. Karena anak kami masih kecil dan jarak antara rumah kami
dengan SD tempat anak kami bersekolah cukup jauh maka setiap hari
istriku mengantarkan anak kami ke sekolah.
Kami mempunyai tetangga, suami istri, yang sudah sangat akrab dengan
kami. Istrinya, sebut saja Heni, sangat akrab dengan istriku sehingga
hampir setiap hari ia bermain ke rumah kami, dan kalau berkunjung ke
rumah kami biasanya ia langsung masuk tanpa mengucapkan salam atau
membunyikan bel. Suaminya sendiri bekerja di perusahaan swasta yang
seringkali pulang malam dan kebetulan mereka belum dikaruniai anak.
Heni biasa memanggil istriku dengan sebutan Teteh sedangkan kepadaku
ia biasa memanggil Mas Ary. Ia adalah seorang wanita yang cantik,
kulitnya putih mulus, dan bodinya pun menggiurkan namun sangat bersahaja
dan lugu, tidak pernah neko-neko, baik dalam cara berpakaian maupun
cara bergaul, pokoknya polos. Kalau berkunjung ke rumah kami biasanya ia
hanya memakai daster, atau kadang-kadang memakai kain, namun bagiku hal
tersebut menjadikan dia sangat seksi.
Aku merasa sangat senang kalau ia berkunjung ke rumah kami dan
berlama-lama mengobrol dengan istriku sebab aku bisa berlama-lama pula
mengintipnya dari balik garden kamar memperhatikan tubuhnya yang sintal.
Bahkan kalau sudah tidak tahan aku pun melakukan onani sambil
mengintipnya dan membayangkan seandainya tubuh Heni itu bugil dan aku
menggumulinya.
Bahkan tidak jarang ketika aku sedang menyetubuhi istriku pikiranku
berfantasi seolah-olah aku sedang menyetubuhi Heni, dan memang dengan
berfantasi seperti itu aku merasakan kenikmatan yang lebih dari
biasanya. Namun aku sering merasa kesal karena orang yang sering
kubayangkan tersebut selalu bersikap acuh terhadap diriku. Aku sering
mencoba memancing ke arah pembicaraan yang agak menjurus namun ia tidak
pernah menanggapinya, bahkan pura-pura tidak mendengarnya. Sikapnya
tersebut membuat diriku semakin merasa penasaran.
Pada suatu hari istriku minta izin kepadaku untuk pergi ke rumah
saudaranya yang rumahnya agak jauh, setelah pulang dari sekolah anak
kami, dan diperkirakan baru akan pulang ke rumah sore harinya. Aku pun
tidak berkeberatan karena aku pun tidak akan pergi ke mana-mana sehingga
tidak khawatir dengan keadaan rumah kami. Aku pun bersantai-santai saja
di rumah sambil menyetel vcd porno yang tidak berani kusetel bila anak
kami sedang berada di rumah. Aku menikmati tontonan yang merangsang
tersebut sambil membayangkan bahwa yang bermain di dalam film porno
tersebut adalah aku dan Heni. Aku terhanyut dalam bayangan bahwa diriku
sedang menggumuli tubuh bugil Heni. Kebetulan sudah seminggu kontolku
tidak mendapat jatah karena istriku sedang berhalangan. Kontolku sudah
sangat ngaceng.
Sedang asyik-asyiknya aku menonton sambil mempermainkan kontolku
tiba-tiba pintu yang lupa aku kunci dibuka orang sehingga kontan
kumatikan vcd player yang sedang kusetel. Ternyata yang membuka pintu
tersebut adalah Heni yang langsung masuk sambil memanggil-manggil
istriku:
“Teh ……. Teh ……”. Ia memakai kain dan baju atasannya agak terbuka
atasnya, sehingga pangkal buah dadanya yang putih mulus dan montok
terlihat sedikit. Kain yang dipakainya agak basah, mungkin ia baru
selesai mencuci sehingga pinggulnya tercetak dengan jelas dan aku tidak
melihat garis segitiga di balik kain yang dikenakannya itu sehingga aku
berkeyakinan bahwa ia tidak memakai celana dalam. Hal itu menyebabkan
aku semakin terangsang.
“Mas, Tetehnya ke mana?” tanyanya.
“Ke rumah saudara, pulangnya nanti sore!” jawabku,
“Memangnya mau apa sih Hen?” tanyaku.
“Anu Mas, mau pinjam seterikaan, kepunyaan saya rusak”.
Datanglah setan membisikkan ke dalam diriku bahwa aku harus
memanfaatkan kesempatan ini untuk mewujudkan hal yang selama ini selalu
menjadi fantasiku. Aku berkata:
“Biasanya sih di kamar tidur, ambil saja sendiri!”, padahal aku tahu
bahwa seterikaan tersebut tidak disimpan di kamar tidur. Ketika Heni
pergi ke kamar tidur untuk mencari seterikaan aku segera mengunci pintu
agar tidak ada orang lain yang mengganggu rencanaku. Kontolku sudah
sangat keras karena ingin segera mendapat jatah.
Dari dalam kamar tidur terdengar Heni berkata:
“Kok enggak ada Mas, di sebelah mana ya?” Aku pun masuk ke kamar
tidur dengan hanya mengenakan sarung tanpa memakai celana dalam supaya
rencanaku tidak terhambat dengan cd. Nampaknya Heni tidak menaruh curiga
apa-apa.
“Mungkin di bawah tempat tidur!” kataku. Kemudian Heni pun melihat ke
bawah tempat tidur, tentu saja sambil menungging. Ketika Heni
menungging aku melihat sebuah pemandangan yang sangat indah dan sangat
menggairahkan. Pantat Heni yang bahenol tercetak jelas pada kain yang
dikenakannya, dan sekali lagi aku yakin bahwa Heni tidak memakai celana
dalam karena aku tidak melihat garis segitiga pada pantatnya yang
bahenol itu.
Karena sudah tidak tahan maka aku pun segera memeluk tubuh Heni dari
belakang sambil menggesek-gesekkan kontolku pada pantatnya. Ternyata
Heni memberikan reaksi yang tidak kuharapkan. Ia meronta-ronta berusaha
melepaskan tubuhnya dari pelukanku sambil memaki-maki diriku,
“Mas apa-apaan sih? Lepaskan diriku, aku tidak mau melakukan ini,
kamu bajingan Mas, tidak kusangka!” Melihat reaksinya yang seperti itu
pada mulanya aku pun merasa ragu untuk melanjutkan perbuatanku, namun
rupanya bisikan setan lebih dahsyat daripada akal sehatku, sehingga
walaupun Heni meronta-ronta sambil memaki-maki aku tidak peduli, bahkan
aku semakin bernafsu.
“Ampun Mas, lepaskan aku, aku tidak mau melakukan hal yang seperti
ini!” Heni berkata sambil menangis dan meronta-ronta. Aku semakin ganas,
kuhempaskan tubuh Heni ke atas tempat tidur sambil kutarik kainnya
secara paksa sehingga kain tersebut lepas dan terlihatlah kemaluan Heni
yang ditumbuhi bulu yang lebat. Aku pun semakin bernafsu, aku berusaha
untuk membuka pakaian bagian atasnya, namun aku mendapat kesulitan
karena Heni selalu mendekapkan tangannya erat-erat di daarya sambil
terus menangis, kakinya pun selalu dirapatkan erat-erat sambil
menendang-nendang sehingga aku mendapat kesulitan untuk memasukkan
tubuhku di sela-sela pahanya.
Mungkin karena sudah lelah atau karena lengah pada suatu kesempatan
aku mendapat kesempatan untuk merenggangkan pahanya dan tubuhku berhasil
masuk ke sela-sela pahanya. Dari sana aku berusaha untuk melepaskan
pakaian bagian atas Heni dan sekaligus bh-nya yang pertahankan dengan
gigih, sambil meronta-ronta, menjerit-jerit, memukul, dan mencakari
tubuhku. Akhirnya aku berhasil menyobekkan pakaian bagian atasnya dan
melepaskan bh-nya, dan aku pun berhasil mendaratkan bibirku pada susunya
yang masih keras, maklum belum dipakai menyusui, kecuali suaminya.
Tidak ayal lagi aku pun menciumi susunya dan sesekali mengulum
putingnya dan menyedotnya. Diperlakukan demikian Heni mendesah, namun ia
masih terus melakukan perlawanan dengan cara meronta-ronta sambil
menangis, walaupun rontaannya sudah agak melemah, entah karena kecapekan
entah karena mulai terangsang. Sejalan dengan itu pertahanan pahanya
pun mengendur sehingga lambat laun kontolku yang sudah super tegang
berhasil menyentuh bagian luar memeknya dan kugesek-gesekkan kontolku
untuk mencari lubang yang selama ini aku idam-idamkan.
Akhirnya kontolku berhasil menemukan lubang idaman tersebut, dan
secara perlahan tapi pasti aku pun memasukkan kontolku ke dalam lubang
tersebut. Ketika kontolku berhasil melakukan penetrasi ke dalam lubang
memeknya serta merta terdengar mulut Heni mendesah dan merintih,
badannya pun menjadi lemas, perlawanannya mengendur, dan ketika
penetrasi kontolku kusempurnakan dengan tekanan yang mantap ia pun
menjerit tertahan,
“Aaaaaaahhhh ……… Maaaassssssss …………..”. Inilah reaksi yang sangat aku
harapkan ….. Ketika kontolku aku naik turunkan dengan cepat pantat Heni
pun mengimbanginya dengan gerakan sebaliknya. Sekarang bibirku pun
dengan leluasa tanpa hambatan bermain di puting susunya, sesekali aku
bergerilya di ketiaknya yang ditumbuhi bulu yang lebat, aromanya yang
agak bau keringat sangat aku senangi sehingga semakin meningkatkan
gairahku. Tangan Heni yang tadinya dipergunakan untuk memukuli dan
mencakar tubuhku kini ia pergunakan untuk memeluk dan mengelus-elus
punggungku. Tadinya ia menangis dan menjerit-jerit karena menolak kini
ia menjerit-jerit dan mendesah serta mengerang karena gairah yang
memuncak.
“Aaaaaahhhhhh ……..…….. Eeeeeeeemmmmmmhh ……… Aduuuuuuuhhhhhhh ……….
Ssssssshhhhhhh ………. Sssssssshhhhh ………… sssssshhhhhhh ……….
Hhhhhhhmmmmmmmhhh ………….. Maaaaassssssss ……….. Nikmaaaaaaaaatttttttt”.
Heni meladeni semua permainanku dengan sangat agresif, kami
berguling-guling di atas tempat tidur, kadang aku di atas kadang Heni
yang di atas. Nampak sekali ia sangat menikmati permainan ini, sama
sekali tidak tampak bekas-bekas penolakannya. Ketika aku suruh dia
menungging untuk melakukan posisi dog-style ia menolak,
“Jangaaaaaan Masssssssss, jangan dari dubuuuuur …… aku tidak suka,
jijiiiiiiiiikkkkk” Rupanya ia mengira bahwa aku akan menyodominya karena
oleh suaminya ia tidak pernah disetubuhi dari arah belakang. Aku pun
memaksanya untuk menungging, posisi yang sangat aku sukai ketika
bersetubuh dengan istriku. Dengan terpaksa Heni menuruti keinginanku.
Pemandangan yang aku lihat saat Heni menungging semakin meningkatkan
birahiku,
pantatnya yang putih dan bulat serta memek berbulu yang terjepit oleh
pahanya, aaaahhhh …….. sungguh menggairahkan. Segera aku arahkan
kontolku yang masih sangat tegang itu ke arah memeknya yang terjepit
oleh paha mulus. Ketika kontolku secara perlahan-lahan masuk ke dalam
memeknya, Heni menggelepar-gelepar sambil kelojotan merasakan sensasi
yang baru ia rasakan setelah beberapa tahun menikah.
“Aaaaaaaaawwwwww ………….. Maaaassssssss ……….. Enak sekaliiiiiiiiiiiiii
……….. Terus Maaassssss jangan lepaskan kontolmuuuuuuuuuu ……….
Adduuuuuuuuhhhhhhh ……….. teruuuuuus tekaaaannnnnnnnn yang
keraaaaaaaaassss …….. kalau bisa dengan kanjutnyaaaaaaaa ……….!
Tangannya menggapai-gapai ke belakang ingin menarik pantatku agar
kontolku masuk lebih dalam lagi. Dengan leluasa pula kedua tanganku
mempermainkan susunya yang menggelantung dengan indah. Maka erangan Heni
pun semakin menjadi-jadi karena ia mendapat kenikmatan dari dua arah.
Memeknya yang aku kocok terus dengan kontolku dan susunya yang terus aku
permainkan dengan tanganku. Heni pun menjerit dan mengerang dengan
histeris, mulutnya meracau mengeluarkan kata-kata jorok yang semakin
merangsang diriku.
“Maaaaaasssss ……….. jangan lepaskan kontolmu dari memekku, puaskanlah
memekku dengan kontolmuuuuuuuu ……….. aku baru merasakan kenikmatan yang
seperti ini, kontoooooolllllllll …………. Aaaaawwwww ………. Maaassssss, aku
ingin agar kontolmu terus berada di dalam memekku ……. Aaaaaaaahhhhhhhhh
……….. sssssshhhhhhhhhhhhhh ………… sssssshhhhhhhhhh …………..
Kucabut kontolku dari memek Heni karena aku sudah merasa agak lelah
dengan posisi tersebut. Heni menyangka bahwa aku akan menyelesaikan
eweanku terhadap dirinya, ia marah-marah dan meminta agar aku segera
memasukkan lagi kontolku ke dalam memeknya,
“Mas jangan dicabut dong kontolnya, Aku belum orgasme nih! Ayo masukkan lagi! Aaaaahhhhh ……….. Kontolmu Maaaaasssss ………”.
Namun aku mempunyai rencana lain. Aku minta agar Heni berbaring
telentang dengan kaki menekuk. Aku segera mengarahkan mukaku ke
memeknya, mula-mula aku jilati bagian dalam pahanya, kemudian aku jilati
memeknya dan aku hisap itilnya. Diperlakukan demikian kontan Heni
menjerit karena ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu,
dan memang ia tidak pernah diperlakukan demikian oleh suaminya. Suaminya
sangat konvensional.
“Aaaaaawwwwww ……………… Maaaaaassssss ………. Geliiiiiiiiiiii …….. tapi
nikmaaaaaaatt ………. Terus Mas hisap itilkuuuuuuuu ………, jilat memekkkuuuu
……… agak ke bawah Masss, ya …….. ya …….. benar disitu Maaaaasssss, ……….
Aaaaaaaawwwwwww ………. Maaaasssssss …….. mana kontolmu …. Kesinikan ……..
aku ingin mengulumnya ……..”
Maka aku pun berputar untuk menyodorkan kontolku ke melut Heni, dan
kami pun mempraktekkan posisi 69. Kontolku dijilati oleh Heni,
kadang-kadang dikenyotnya dalam-dalam. Aku pun mengerang sambil terus
menghisap memek Heni yang sudah dipenuhi oleh lendir.
Ketika aku merasa bahwa aku akan mencapai orgasme aku pun mencabut
kontolku dari mulut Heni dan segera memasukkannya ke dalam memeknya
sambil terus digenjot. Nampaknya Heni pun sama akan mencapai orgasme,
gerakan pantatnya semakin liar, desahannya semakin kerap. Dan ketika aku
merasa ada yang mendesak di dalam kontolku aku pun menekankannya
keras-keras ke dalam memek Heni sambil memeluk tubuhnya erat-erat, Heni
pun demikian pula, ia memeluk tubuhku erat-erat sambil menahan tekanan
kontolku. Maka kami pun mengalami orgasme secara bersamaan dan kami pun
sama-sama mengeluarkan suara erangan yang panjang sebagai tanda bahwa
kami berada pada puncak kepuasan.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh …………. Ssssssshhhhhhhhhhhh …………….. Maaaaaaaaaaasssssss ………….., Heeeeeeeeeennnnnnnn”.
Tubuh kami pun terkulai bermandikan keringat, Heni memeluk erat-erat
tubuhku seolah-olah tidak mau lepas selamanya. Ia berbisik dengan manja
sambil nafasnya terengah-engah,
“Mas maaf yah atas kelakuanku terhadap Mas Ary tadi! Tadinya Heni
kira ngewe itu dengan siapa pun rasanya sama saja, ternyata ngewe dengan
Mas Ary itu beribu-ribu kali lebih nikmat dibandingkan dengan ngewe
bersama suami Heni. Terus terang saja kadang-kadang Heni merasa bosan
ngewe dengan suami Heni karena ia hanya mementingkan diri sendiri. Baru
kali ini Heni mengalami yang namanya orgasme. Ah kontol Mas Ary sangat
perkasa, aaaahhhhh ………. Kontooooooool……. Kamu ini kok nikmat sekali!”.
Sambil berkata demikian ia mempermainkan kontolku sehingga kontolku tegang kembali.
Melihat kontolku sudah ngaceng kembali Heni merengek meminta ngewe kembali.
“Mas, ngewe kembali yu? Tuh kan kontolnya sudah tegang kembali, Heni
akan meladeni Mas Ary sampai kapan pun kontol Mas Ary sanggup menancap
di dalam memek Heni! Ayo dong Mas!” Aku pura-pura tidak mau (padahal
nafsu sih sudah sampai ke puncak ubun-ubun)
“Enggak mau ah nanti suamimu keburu pulang, lagi pula Heni kan mau menyeterika, kita cari saja seterikaan itu”.
“Enggak Mas, suamiku sedang pergi ke luar kota, baru besok ia pulang.
Soal seterikaan sekarang sudah menjadi nomor ke berapa, jauh lebih
penting kontolmu Mas dibanding dengan seterikaan. Menyeterika itu
seringkali terasa membosankan tetapi ngewe denganmu rasanya aku tidak
akan pernah bosan maaaaaasss ……. Cepet doooongngng ……… coba raba memekku
Mas, sudah sangat basaaahhhh masssss, ayo doooooong …….,
kontoooooollllll …….”,
Heni menjawab, ia tetap merengek meminta agar aku memasukkan kontolku
ke dalam memeknya, namun aku diam saja seperti tidak mau. Karena aku
tidak bereaksi maka Heni pun mengambil inisiatif, ia segera naik ke atas
tubuhku, menciumi dadaku, menyodorkan susunya ke mulutku agar kuhisap,
menyodorkan ketiaknya agar aku menjilatnya, dan menyodorkan memeknya ke
mukaku,
“Mas, jilat dong memekku, hisap itilnya sesukamu, aku inghin mendapat kenikmatan lagi, silahkan dong Maaasssss …..!”.
Aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan yang menggairahkan ini,
segera aku menjilati memeknya dan menghisap itilnya, kadang-kadang
menggigitnya. Diperlakukan demikian Heni mendesah dan mengerang sambil
pinggulnya tidak henti-hentinya menggelinjang,
“Aaaahhhhh ……… Maaasssss ……… terus beri aku kenikmataaaaaan,
aaaawwwww …….. jangan terlalu keras menggigitnya dooooong Mas,
aaahhhhhhhh ………. Ssssshhhhhhh ……… ssssssshhhhhhh ……….. nikmaaaaaaat
……….”.
Tidak lama kemudian ia mengarahkan lubang memeknya ke arah kontolku
yang memang sudah ngaceng dari tadi dan kontolku pun menyambutnya dan
terus melakukan penetrasi sambil terus kunaikturunkan pantatku untuk
mengimbangi goyangan pantat Heni.
“Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh ……….. ssssshhhhhhh ……..”, Heni pun menjerit karena merasa senang diperlakukan demikian,
“aaaaaahhhhh …….. hmmmmmhhhhhh ………. Massssssss …….. terus tancapkan
kontolmu ke dalam memekku ……… ssssshhhhhhhh ……. aku rela maaaasssss ……..
Maaassss bulu kanjutmu menambah kenikmatan memekku maaaaasssss ……..
aaaahhhhhhh ……. Kontoooollllll …….. Setelah berlangsung agak lama Heni
meminta aku mencabut kontolku dan menusuknya dari belakang,
“Maaaaasssss …….. cabut dulu kontolmuuuuuuuu …….. aku ingin ditusuk
dari belakang aaaaahhhhhhhh ……… cepet maaasssss tusuk memekku dari
belakaaaaaaang ……… Maaaaassssss …….. aaaaaaaahhhhh …….. sssshhhhhhhh
…….. Maaassssss …….. Heni memang hebat,
kini ia sangat agresif dan pandai merangsang serta memuaskan lawan
mainnya. Ia langsung bisa mengimbangi permainanku dalam bersetubuh. Kami
pun melakukan berbagai variasi dan posisi dalam bersetubuh, dan kami
selalu mengalami orgasme secara bersamaan.
Sejak saat itu aku dan Heni sering melakukan persetubuhan, tergantung
siapa yang lebih dulu menginginkan maka dialah yang menghampiri lebih
dulu. Kadang-kadang Heni datang ke rumahku ketika istriku sedang tidak
ada di rumah. Kadang-kadang aku yang datang ke rumahnya ketika suaminya
sudah pergi. Tidak jarang ketika aku datang ke rumahnya Heni sedang
mencuci pakaian di kamar mandi maka kami pun bersetubuh di kamar mandi,
kadang-kadang kami bersetubuh di dapur kalau kebetulan ia sedang
memasak, kadang-kadang pula kami melakukannya dengan berbasah-basah di
lantai bila ia sedang mengepel. Dan setiap variasi persetubuhan yang
kami lakukan selalu memberi sensasi baru kepada kami.
Heni semakin sering berkunjung ke rumahku, walaupun sedang ada
istriku. Kalau ia berkunjung ke rumahku dan istriku sedang di kamar
mandi atau sedang ke warung kami memanfaatkan waktu yang sebentar
tersebut dengan seefektif mungkin untuk ngewe atau sekedar saling
mempermainkan kemaluan kami masing-masing. Atau kalau kami berpapasan
maka tangan Heni tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjawil
kontolku dan aku pun selalu mencubit memeknya yang memang seolah-olah ia
sodorkan untuk kucubit atau kujawil dan kuremas susunya.
Kini, setelah aku mempunyai lubang kenikmatan yang baru, yaitu memek
Heni, aku pun tidak terlalu banyak menuntut kepada istriku, demikian
juga Heni, ia tidak lagi suka meminta jatah kepada suaminya.
Ah Heniiiiiii …….. Heni, dulu kamu meronta-ronta, kini kamu meminta-minta ……..!
0 komentar:
Posting Komentar